Chairul Tanjung, Bos Baru Carrefour Indonesia |
Selasa, 20 April 2010 09:57 |
Akhir pekan lalu, Para Group melalui Trans Corp mengakuisisi PT Carrefour Indonesia. Nilainya pun tak tanggung-tanggung, Trans Corp harus mengeluarkan uang hingga Rp 3 triliun. Pembelian 40 persen saham Carrefour ini telah menjadikan kelompok usaha milik Chairul Tanjung ini menjadi pemegang saham tunggal terbesar. Sedangkan pemegang saham lainnya adalah Carrefour SA sebesar 39 persen, Carrefour Nederland BV (9,5 persen), dan Onesia BV (11,5 persen). Lalu siapa sebenarnya Chairul Tanjung itu? Chairul Tanjung, CEO Para Group merupakan pria berdarah Padang berusia 47 tahun. Ia masuk dalam jajaran orang kaya dunia versi majalah Forbes 2010. Chairul yang memiliki segudang bisnis yang bergerak di jasa keuangan, gaya hidup dan hiburan, properti, dan sumber daya alam berada di urutan 937 dunia dengan total kekayaan US$ 1 miliar. Kisah bisnis Chairul berawal dari selembar kain halus. Saat masuk kuliah di jurusan Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Biaya masuk kuliah kala tahun 1981 sebesar Rp 75 ribu, dengan uang kuliah per tahun Rp 45 ribu. Rupanya, untuk membayar uang kuliah tersebut, sang ibu sampai harus menggadaikan selembar kain halus. Tak jelas kain seperti apa yang digadaikan, namun pada masa itu kain tersebut biasanya hanya dikeluarkan pada peristiwa penting seperti pernikahan. Chairul baru tahu, sang ibu menggadaikan kain setelah dia masuk kuliah. Mengetahui rahasia itu, dia terenyuh dan berjanji pada diri sendiri tidak akan meminta uang kepada orang tuanya. "Saya betul-betul terenyuh dan shock, sejak saat itu saya bersumpah tidak mau meminta uang lagi ke orang tua," kata dia dalam forum CEO Speaks yang diselenggarakan Binus Business School di Jakarta, beberapa waktu lalu. Sejak itu, Chairul mulai mencari uang sendiri dengan berbagai cara. Mulai dari menjual stiker, buku, tas, kaos, sepatu hingga membuka fotokopi bagi mahasiswa. Dia bekerjasama dengan pemilik mesin fotokopi, dan meletakkannya di tempat strategis yaitu di bawah tangga kampus. Pria kelahiran Jakarta ini membuktikan bisa menjadi wirausaha, uang bukan modal utama. "Namun itu perlu kemauan dan kerja keras," ujarnya. Ditambah lagi sebagai aktivis kampus, menurut dia, ternyata menguntungkan karena dia memiliki banyak jaringan. Uang pertama diperoleh saat dia berbisnis dalam pembuatan buku penilaian kuliah. Berbekal jaringan yang dia miliki, dia meminta teman yang mempunyai mesin fotokopi untuk membuat buku itu dengan harga Rp 150 per buku. Dia menjualnya Rp 300. Dari hasil itu dia mendapatkan Rp 15 ribu pertama dalam hidupnya. "Bukan hanya Rp 15 ribu, mendapatkan Rp 100 ribu pertama akan jauh lebih susah daripada Rp 100 miliar ke dua," pesan dia. Dia percaya menjadi orang sukses harus dimulai secara bertahap. Jatuh bangun adalah proses yang biasa. Pada 1984, dia membuat toko alat kedokteran di daerah Senen Raya, Jakarta. Namun usahanya harus ditutup akibat sifat sosialnya yang suka mentraktir teman-temannya. Namun, dia tak patah arang. Pria kelahiran 18 Juni 1962 ini mencoba bisnis lainnya. Berbekal modal awal dari Bank Exim sebesar Rp 150 juta, Chairul mendirikan pabrik sepatu yang diekspor bersama temannya. Dengan bekal itulah ia belikan 20 mesin jahit. Dari usaha itulah, Para Group mulai melebarkan bisnisnya perlahan demi perlahan. Lompatan besarnya terjadi pada saat dia mengakuisisi Bank Karman pada 1996, dan mengganti namanya menjadi Bank Mega. Saat itu, aksinya malah dipandang aneh karena pada saat krisis justru ia malah mengambil alih bank. Namun, di tangannya, bank kecil yang hampir bangkrut tersebut malah berkembang besar seperti sekarang. Kini Para Group mempunyai kerajaan bisnis yang mengandalkan pada tiga bisnis inti. Pertama jasa keuangan seperti Bank Mega, Asuransi Umum Mega, Asuransi Jiwa Mega Life, Mega Capital Indonesia. Kedua, gaya hidup dan hiburan seperti Trans TV, Trans7. Ketiga berbasis sumber daya alam. Mantan Ketua Persatuan Bulu Tangkis Indonesia (PBSI) ini juga mempunyai bisnis properti, seperti Bandung Supermall. Dengan bisnisnya ini, tak heran suami dari dokter gigi Ratna Anitasari ini dijuluki "The Rising Star". Dalam menjalankan kepemimpinan, dia menerapkan gaya memberi panutan terhadap anak buah. Cara ini terbukti ampuh. "Jika anda mencontohkan kerja keras maka anak buah akan kerja keras. Saya mempraktekkannya. Dan, itu jalan." kata dia. Ambisi membesarkan semua lini bisnis Para Group semakin besar. Bank Mega misalnya, dirancang untuk menjadi bank terbesar dalam 10 tahun ke depan. Strateginya, Bank Indonesia akan banyak membuka cabang di Indonesia Timur dalam tiga tahun mendatang. Targetnya 200 kantor baru di Indonesia Timur, sehingga bisa menjadi bank terbesar di wilayah itu. Untuk bisnis media, dia mengaku akan melakukan ekspansi. Namun, strateginya tidak sama dengan pemain media lain, seperti banyak di antara mereka yang membuat media online. "Kalau kami akan masuk ke new media sesungguhnya, apa bentuknya? tunggu saatnya," tuturnya diplomatis. Ketika situasi krisis menghantam sejumlah grup bisnis besar pada 2008, Chairul mengaku juga terkena imbas, khususnya unit bisnis sumber daya alam. Namun, dia tak menyerah. Dia malah sengaja berkeliling Indonesia untuk bertemu dengan seluruh karyawannya. Dia menjelaskan bagaimana kondisi perekonomian saat itu agar pegawainya siap menghadapi krisis. Ada tiga pesan, pertama, jika ternyata krisis sangat panjang dan jika semua orang harus mati, maka pastikan menjadi orang yang terakhir mati. Kedua, jika krisis ini sangat panjang dan hanya tersisa satu orang, maka pastikan anda menjadi orang tersebut. Ketiga, jika tidak terjadi krisis maka pastikan anda menjadi orang yang paling bahagia karena anda sudah siap. (*/ dari berbagai sumber) |
0 komentar:
Posting Komentar